on Minggu, September 07, 2008 posted by Saikhu Baghowi

Dikotomi pemimpin muda dan tua sejatinya bukanlah hal yang substansial. Bahwa kemudian ada anggapan yang muda belum dipercaya, adalah persoalan lain. Jauh lebih esensial adalah merumuskan kepemimpinan itu sendiri. Apakah kepemimpinan nasional yang kita butuhkan? Bagaimana kualifikasinya?

Setia pada Pancasila dan NKRI sudah merupakan harga mati. Membangun cita-cita luhur proklamasi dalam Undang-Undang Dasar, sudah menjadi rahasia umum. Namun bagaimana kepemimpinan dalam tatanan konkret yang dibutuhkan masyarakat?

Ada empat hal, yang mungkin bisa membantu masyarakat menentukan kepemimpinan nasional: popularitas, akseptabiitas, kapabilitas, dan integritas.

Popularitas, hasil polling, suka tidak suka, mampu mempengaruhi masyarakat tentang kepemimpinan itu sendiri. Lembaga-lembaga survey, pasca era reformasi memang menjadi parameter masyarakat menentukan siapa yang akan mereka pilih, sebagai presiden, gubernur, ataupun bupati/walikota. Dan inilah yang memacu partai politik akhirnya mengesampingkan tentang kompetensi seseorang saat mencalonkan anggota legislative, maupun calon kepala daerah: lihatlah astis menjadi komoditas penyedot suara.
Akseptabilitas. Bagaimana sang pemimpin mampu diterima di tengah masyarakat? Tidak ada bukti hukum yang cukup kuat untuk melengserkan mantan Presiden Abdurrahman Wahid—setidaknya ia belum pernah dijadikan tersangka. Namun tekanan politik membuat Gus Dur saat itu mengalami delegitimasi. Dan karena opini public yang terbentuk, gelombang menjatuhkan Gus Dur pun tak terbendung.
Kapabilitas. Dalam bahasa lain menyerupai kompetensi. Ini menyangkut jiwa kepemimpinan seseorang (leadership), kemampuan menguasai masalah bangsa, dan resep solving problem yang ditawarkan. Tiga hal yang menjadi masalah krusial: menyelamatkan asset Negara menjalankan amanat Pasal 33 UUD 45, mempertahankan kedaulatan NKRI dan martabatnya di dunia internasional, dan otonomi daerah yang menjurus pada federalisme.
Integritas, sejauhmana integritasnya di mata masyarakat. Mematahkan segala isu kontroversi, pernahkah tersangkat kasus korupsi, ataupun hal-hal lain yang dianggap melukai rasa keadilan masyarakat.

Saya kira, kita sebagai anak bangsa harus mencermati, siapakah gerangan capres yang memenuhi persyaratan di atas. Dan Todays Dialogue mencoba membantu anda menemukan jawabannya…

2 komentar:

  1. Pemimpin seperti apa?

    Sebuah Metafora : Kepemimpinan Yang Jazzy

    Kepemimpinan yang bertumpu pada daya kreasi rakyat atau Kepemimpinan yang tidak melekat pada person tetapi sebuah kolektif kesadaran rakyat untuk menggerakan perubahan

    Berbeda dengan musik klasik, ada dirigen, partitur, pemain musik yang tertib di tempatnya masing, segudang pakem-pakem musik klasik, maka didalam musik jazz kebebasan, kreatifitas, keliaran, kejutan merupakan nafas dan jiwa musiknya. Ada saxophone, flute, drum, perkusi, bass gitar, piano yang masing-masing berdaulat penuh.

    Disatu sisi ada keliaran, tapi segala keliaran tetapmenghasilkan harmoni yang asyik. Kebebasan dan keliaran tiap musisi, patuh pada satu kesepakatan, saling menghargai kebebasan dan keliaran masing-masingmusisi sekaligus menemukan harmoni dan mencapai tujuannya, yakni kepuasan diri musisinya dan kepuasan pendengarnya.

    Jadi selain kebebasan juga ada semangat saling memberi ruang dan kebebasan, saling memberi kesempatan tiap musisi mengembangkan keliarannya (improvisasi) meraih performance terbaik. Keinginan saling mendukung, berdialog, bercumbu bukan saling mendominasi, memarginalisasikan dan mengabaikan.

    Seringkali saat bermusik ada momen-momen ketika seorang musisi diberikan kesempatan untuk tampilkedepan untuk menampilkan performance sehebat-hebatnya, sedangkan musisi lain agakmenurunkan tensi permainannya.

    Tapi anda tentunya tau gitar tetap gitar, tambur tetap tambur, piano tetap piano. Namun demikian dialog antar musisi dilakukan juga dengan cara musisi piano memainkan cengkok saxophone, musisi perkusi memainkan cengkok bass betot. OHOOOOOOOOO guyub dan elok nian.

    Lepas dari jiwa musik jazz yang saya sampaikansebelumnya tetap saja ada juga yang ‘memimpin’, pusatgagasan dan inspirasi tentunya dengan kerelaan memberi tempat kepemimpinan dari semua musisi. Bisa dalam bentuk beberapa person/lembaga maupun kolektifitas.

    Misalnya dalam grup Chakakan bahwa vocalisnya Chahakan adalah inspirator utama grup ini. Apa yang menarikdari vokalis Chahakan ini adalah dia yang menjadi inspirator, penulis lagu dan partitur dasar musiknya,selain itu improvisasi, keliaran dan kekuatan vokalnya menebarkan energi , menyetrum dan meledakkan potensi musisi pendukungnya.

    Model kepemimpinannya bukan seperti dirigen dalam musik klasik yang menjaga kepatuhan dan disiplin tanpa reserve, tetapi lebih menjadi penjaga semangat (nilai-nilai, atau bahkan cita-cita kolektif), memberiruang bagi setiap musisi untuk pengayaan gagasan danproses yang dinamis. Baik ketika mematerialkan gagasan maupun ketika berproses di panggung atau di studio rekaman. Tidak memaksakan pola yang baku dan beku, tetapi sangat dinamis dan fleksibel.

    Setiap penampilan mereka di panggung adalah penemuan cengkok-cengkok baru, nyaris sebenarnya setiap performance selalu baru. Tidak ada penampilan yang persis sama. Tetapi tetap mereka dipandu tujuan yang sama memuaskan kebutuhan masing-masing musisi dan pendengarnya,menggerakan dan merubah.

    Yang menarik juga dari jazz ini adalah sifatnya yangterbuka, open mind, open heart. Waljinah, master penyanyi keroncong dengan lagu walang kekeknya, ataulagu bengawan solonya gesang, atau darah juang lagu perlawanan itu, ravi shankar dengan sitar, rebab dan spirit indianya, atau bahkan internasionale dan maju tak gentar, atau imaginenya john lennon, atau reportoar klasik bach, bahkan dangdut pun, bahkan lagu-lagu spiritual bisa diakomodir oleh musisi jazz dan jadi jazzy.

    Itulah karakter kepemimpinan yang asyik, kepemimpinan yang berkarakter kepemimpinan spiritual, menjaga dan menyalakan spirit/semangat/ nilai-nilai/ garis perjuangan, menyeimbangkan dan mencapai harmoni musik.

    Selain itu kepemimpinan ini harus bisa fleksibel dalam pengayaan pilihan-pilihan pendekatan, bisa menawarkannuansa keroncong, dangdut, gending, samba, regge,rock, gambus, pop, klasik dalam bermusik jazz. Ataumemberi peluang atau kesempatan satu musisi atau alat musik leading, maju kedepan dan yang lainnyamemperkaya di latar belakang. Lepas dari itu bukan berarti saya lebih mencintai jazz, dibanding klasik, new age atau dangdut, tetapiini lebih kepada menemukan analogi dan metafora.

    salam hangat

  1. konteks pemimpin nasional sekarang agak susah di define.

    tapi tentunya seorang pemimpin yg telah dipercaya utk menjadi seorang pemimpin seharusnya didukung dan disupport penuh.

    kadang setelah dipilih, pemimpin tsb malah di hujat, dan malah dicari2 segala ketidakmampuannya dalam memimpin. padahal banyak aspek yg perlu di definisikan pada saat memimpin.

    seorang pemimpin yg terbaik menurut saya adalah seorang pemimpin yg memiliki hati melayani.

    kalau dikantor seorang pemimpin hanya bisa merintah, maka ... mungkin sedikit diubah agar pemimpin gak hanya merintah, tapi juga 'melayani' dalam arti .. mendukung, mensupport, memberikan motivasi utk kemajuan rakyat(anak buah, dll) ... itu sedikit contoh saja seorang pemimpin menurut pandangan saya sebagai orang awam.

    ~Prioritus Yotto Putera Uniwaly(Rio)

    www.rio.uniwaly.com